Pages

Rabu, 19 Januari 2011

MK Diminta Kembalikan TNI Dibawah Presiden Langsung

Jakarta (ANTARA) - Seorang pedagang dan nelayan memohon Mahkamah Konstitusi (MK) agar TNI dikembalikan di bawah presiden langsung dari di bawah koordinasi Kementrian Pertahanan.

"Pasalnya banyak masalah yang terjadi saat TNI berada di bawah koordinasi Kementrian Pertahanan, yakni memberi peluang dan kesempatan asing untuk melanggar wilayah Indonesia, untuk mencuri hasil bumi," kata salah satu pemohon, Mohammad Riyadi Setyarto, saat membacakan permohonan di sidang MK Jakarta, Senin.

Mohammad Riyadi yang berprofesi sebagai pedagang barang dan jasa bersama Rasma AW yang berprofesi sebagai nelayan mengajukan uji materi Undang-undang (UU) nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Kedua pemohon ini memohon pasal 3 ayat 2, pasal 15 ayat 7, 8, 9, pasal 66 ayat (2), pasal 67, dan pasal 68 ayat (2) UU TNI dianggap bertentangan dengan UUD 1945.

Menurut Riyadi, TNI saat dibawah Kementerian Pertahanan justru mengalami banyak masalah saat menghadapi pencurian hasil bumi Indonesia oleh pelaku asing.

Dia mengatakan berlakunya pasal-pasal yang diajukan untuk diujimaterikan itu meningkatkan ancaman keamanan di wilayah perbatasan.

"Berlakuya pasal-pasal tersebut, meningkatkan ancaman keamanan meningkat di perbatasan, pelanggaran wilayah tersebut. Ini melanggar hak warga negara kita. Dan sampai saat ini, pelanggaran wilayah tersebut masih berlangsung dan terus berlangsung sampai saat ini," katanya.

Pedagang ini juga mengatakan TNI di bawah Kementerian Pertahanan menyebabkan keamanan dan perlindungan negara, menjadi berkurang, sehingga pelanggaran-pelanggaran itu terjadi.

Sidang uji materi UU TNI ini dipimpin oleh Ketua Majelis Panel Ahmad Fadlil Sumadi didampingi anggota majelis Hamdan Zoelva dan Muhammad Alim.

Menanggapi permohonan ini, Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva meminta agar pemohon merombak permohonan karena tak bisa dipahami.

"Coba saudara melihat baik-baik contoh-cotoh yang ada di MK ini, atau menunjuk kuasa hukum. Secara format saja tidak jelas. Apa yang saudara mohonkan, bagaimana kerugian kostitusional saudara, saya melihat ini belum jelas," kata Hamdan.

Hakim MK Hamdan ini juga mempertanyakn permintaan yang diajukan pemohon perihal TNI yang dikembalikan di bawah presiden, dan tidak di bawah Menteri Pertahanan.

"Kementrian Pertahanan hanya sebagai koordinator dari kebijakan saja, termasuk sebagai pengatur anggaram," katanya.

Hamdan menilai tidak berubah itu karena Kementerian Pertahanan hanya mengenai penentuan kebijakan-kebijakan strategis saja.

"Menteri Pertahanan bukan seperti Panglima TNI. Coba baca baik-baik. Kalau pasal 3 ini, kan sama bunyinya dengan pasal 10. Itu tidak ada kaitan dengan operasi atau keputusan perang," katanya.

Hakim MK juga meminta menjelaskan kerugian konstitusionalitas yang dialami pemohon.

Sementara Ketua Panel Ahmad Fadlil Sumadi menganggap permohonan ini tidak menjelaskan kerugian pemohon.

"Tidak jelas soal kerugian saudara. Kerugian bukan karena UU, tapi lebih karena merupakan pencaharian yang saudara tekuni, bukan bersebab dari adanya norma," katanya.

Ahmad Fadlil menegaskan bahwa MK tidak mengadili fakta dan kasus, tetapi norma atau kaidah dalam UU.

Untuk itu MK memberikan waktu 14 hari kepada pemohon untuk memperbaiki permohonannya tersebut. 
sumber : yahoo!news